Sabtu, 30 November 2013

trophy

aku bukan dewa ataupun raja
pakaian yang aku gunakan tidak tertuliskan gelar atau nama seorang rupawan
aku hanyalah manusia buruk rupa yang mencoba berbicara tentang sesuatu yang berharga
apakah arti sebuah piala atau gelar juara jika pada akhirnya mereka hanya bisa mencela dan menghina
manusia manusia manusia begitulah mereka menyebut dirinya
aku hanyalah manusia hina yang tidak tau tentang apa yang sedang mereka perdebatkan
aku hanyalah manusia hina yang tidak tau seberapa berhargakah benda yang selama ini mereka banggakan dan pertahankan
mungkin aku terlalu bodoh untuk mengerti apa yang sebenarnya mereka inginkan
mungkin aku terlalu bodoh untuk memahami apa arti kesenangan
dia sudah menyandang gelar pemimpin tapi kenapa tak sedikitpun dia sadar akan beban yang sedang ditanggungnya
aku hanyalah manusia kerdil yang tidak mau menerima tanggung jawab itu
aku hanyalah manusia kerdil yang tidak berani mengangkat beban itu dipundakku
mungkin kau memang raksasa hingga semua beban itu mampu kau pikul
tapi apakah kau sadar di setiap langkahmu kau selalu menginjak siapapun yang melalui jalanmu
apakah kau sadar bahwa manusia kerdil ini sudah mencoba berteriak untuk mengingatkanmu supaya tidak diinjak
jangan salahkan manusia kerdil ini jika suatu saat kakimu terluka karena mengabaikannya
jangan salahkan manusia kerdil ini jika suatu saat jangankan untuk berjalan untuk berdiripun kau akan merasa kesulitan


saat luasnya hatimu tidak sebanding dengan beban yang kau tanggung, jangan menyesal saat beban itu akan menindihmu karena keputusan untuk menopangnya atau menaruhnya itu semua adalah pilihanmu itu semua adalah keinginanmu

Jumat, 29 November 2013

Rahwana



BABAK SATU
ADEGAN 1
(Kerajaan Alengka waktu senja. Di bagian taman sari. Taman Asyoka yang sudah masyhur namanya. Terlihat para dayang melayani Shinta. Rahwana sedang bercengkerama dengan Sinta. Rahwana tidak digambarkan sebagai tokoh raksasa yang jelek, tapi sebagai seorang yang gagah dan wajah lumayan tampan. Taman sari itu adalah sebuah taman sari yang sangat indah. Tokoh dayang-dayang boleh ada boleh tidak)
RAHWANA: (Kepada dayang-dayang) Kalian boleh pergi.
(Para dayang memberi hormat, lalu pergi. Tinggal Rahwana dan Shinta berdua)
RAHWANA: Kau tahu kenapa aku membawamu kemari?
SHINTA: (Pura-pura tidak tahu) Tidak.
RAHWANA: Bahkan aku bisa melihat kepura-puraan di matamu. (Shinta diam saja. Sedikit salah tingkah) Apakah kau sudah melupakan gemuruh perasaan yang ada di dada kita?
SHINTA: Tentu saja tidak, Kanda Rahwana. Tapi, saling mencintai bukan harus memiliki, kan? Aku kira itu adalah hukum alam yang tidak terbantahkan lagi. Bukankah kau sendiri pernah berkata begitu?
RAHWANA: Lantas kenapa aku tidak boleh memilikimu?
SHINTA: Ini sudah takdir Sang Mahatunggal, Kakang.
RAHWANA: (Dengan agak kesal) Oh ya? Apakah juga takdirNya bahwa engkau harus menikah dengan Rama?
SHINTA: (Terdiam sejenak. Mencoba mengatasi perasaannya sendiri. Lalu dengan berat berkata) Tampaknya memang begitu, Kakang.
Hening sesaat
SHINTA: Dengarlah, Kakang. Aku yakin, Kakang sudah tahu perasaanku tanpa harus aku katakan. Tapi sekali lagi Kakang, ini memang sudah takdir. Ini perintah dari guru sejatiku. Bukankah Kakang juga punya cita-cita untuk bertemu dengan Sang Sejati? Inilah jalannya, Kakang. Kita harus menyingkirkan segala perasaan cinta duniawi yang berlebihan. Aku adalah bagian dari dunia ini, dan Kakang diberi ujian untuk tidak mengikatkan diri padaku. Begitu pula dengan aku.
RAHWANA: Tapi aku ingin memandang wajahNya lewat wajahmu. Aku ingin mencintai diriNya yang ada dalam dirimu sekaligus yang meliputimu.(Gusar) Tidak. Tidak. Pasti ini semua karena Rama. Kenapa? Apa kau terpikat dengan ketampanannya? Rayuannya? Kekayaannya? Dengar Sinta, aku memang tak punya apa-apa. Tapi lihat betapa makmur negeri ini. Memang istana ini bukan punyaku. Rumahku hanyalah sekedar untuk tempat berbakti pada kepada Sang Mahasuci. Baik. Apa kau menginginkan kekayaan dan kemewahan? Ketampanan dan kata-kata manis? Kau bisa mendapatkan apa pun yang kau inginkan, Adinda. (Pause) Asal bukan Rama.
SHINTA: (Mulai mencucurkan airmata) Tidak, Kakang. Kenapa Kakang tidak percaya juga bahwa ini adalah takdir yang harus kita jalani.
RAHWANA: (emosional) Takdir, Shinta? Dengar, aku akan mengejar para dewata ke langit kalau itu memang takdir. Tidak, Shinta. Aku tidak bisa terima ini. Kalau memang ini adalah takdir seperti yang kau katakan, aku akan mengubahnya!
SHINTA terduduk dan menangis sejadi-jadinya.

ADEGAN 2
(Suasana sekitar berubah. Seperti ada guncangan dahsyat sebentar, lalu tenang kembali. SHINTA mematung. Sementara RAHWANA tampak kebingungan. Lalu terdengar suara dari SHINTA tapi dengan warna suara yang berbeda.)
SHINTA: Mendekatlah kemari, Rahwana. (RAHWANA tampak kebingungan mencari sumber suara. Lalu mengarahkan pandangan ke arah SHINTA. RAHWANA masih ragu) Iya, kemari!
Rahwana mendekat.
SHINTA: Tataplah wajahku baik-baik. (RAHWANA menatap wajah SHINTA dalam-dalam) Kau tahu siapa aku kan, Rahwana?
RAHWANA: (menjatuhkan tubuhnya ke lantai untuk menyembah) Aduh, ampuni hamba Guru Sejati..Mata hati hamba ternyata masih buta.
SHINTA: Bangkitlah, dan dengarkan baik-baik apa yang akan aku katakan ini.
RAHWANA bangkit dan mendengarkan dengan seksama.
SHINTA: Rahwana, semua yang dikatakan Shinta tadi adalah benar adanya. Ini memang takdir yang harus kalian jalani. Ini baru batu awal ujian yang harus kalian tempuhi untuk menjadi manusia sejati, sejati-jatinya manusia. Manusia yang bukan sekedar perwujudan darah dan daging, tapi sebagai ciptaan Sang Mahatunggal yang kelak juga harus kembali kepada Sang Hyang Tunggal.
RAHWANA: Hamba mengerti, Guru.
SHINTA: Nah, Rahwana. Kenapa kalian harus diuji? Barangkali karena perasaan duniawi yang mulai mengikat kalian. Cinta yang merebak dalam hati kalian telah menjelma menjadi sesuatu yang melebihi kecintaan kepada Hyang Tunggal. Dia ingin memperingatkan kalian untuk tidak menganggap segala yang ada di dunia ini sebagai sesuatu yang kekal. Dia tidak ingin kalian lupa pada tujuan sejati kalian. Ingatlah, rasa ingin memiliki dunia ini hanya akan mengantarkan kalian pada kesengsaraan. Kau boleh mencari dan memiliki apa yang ada di dunia ini, tapi jangan sekali-kali kau mengikatkan hatimu padanya.
RAHWANA: Hamba mengerti, Guru. Hamba telah melakukan kelailaian.
SHINTA: Bagus, kalau kau mengerti. Ada satu hal lagi yang ingin aku sampaikan. Rahwana, peperangan tidak akan terelakkan lagi. Sebagai manusia, berusahalah untuk mencegah perang ini, meski pada akhirnya bala tentara Rama akan menyerang negeri Alengka apapun yang jadi penyebabnya. Kau tidak perlu merasa bersalah. Ini memang peringatan bagi bangsamu yang lupa akan kemakmuran yang sudah dilimpahkan Sang Mahamurah. Banyak diantara rakyat dan pejabatmu yang melakukan berbagai tindak adharma. Mereka saling merampas dan mencuri, menghardik dan mencaci, memakan benda-benda yang bukan hak mereka atau yang dilarang oleh Sang Pencipta. Ini memang harus diterima bangsamu. Ini akan menjadi pertanda bagi siapa saja yang melupakan kasihNya, mengabaikan nikmatNya dan menantang kuasaNya.Nah, bersamadilah untuk mensucikan dirimu sambil menunggu Rama mengantarmu ke haribaan Sang Sejati. Selain itu Anakku, fitnah akan tersebar tentangmu setelah ini. Bersabarlah. Orang-orang akan memfitnahmu sebagai raja yang lalim dan manusia tak beradab. Mereka akan menjulukimu sebagai Dasamuka yang memiliki sepuluh macam keinginan. Sekali lagi, bersabarlah. Itu memang sudah menjadi konsekuensimu karena menginginkan Shinta. Jika kau berhasil mengalahkan keinginanmu terhadap Shinta dan melawan segala hasratmu untuk menyalahkan takdir, engkau akan mencapai derajat yang amat tinggi di Mata Hyang Widi, Anakku.
RAHWANA: Hamba mengerti, terima kasih Guru. Hamba akan laksanakan segala petunjuk Guru.
(Terjadi keguncangan lagi. SHINTA seperti terbangun dari tidur sementara RAHWANA tampak tenang.)

ADEGAN 3
SHINTA: (Setelah kembali kesadarannya sebagai Shinta) Kanda Rahwana? Kanda tidak apa-apa.
RAHWANA: Tidak, Dinda.
Keduanya bangkit.
RAHWANA: Sebentar, Dinda. Ada yang mengintip kita. (Tidak jelas ke arah mana) Keluarlah, Hanuman. Aku tahu kau mengintip kami sedari tadi.
Tiba-tiba muncul HANUMAN
HANUMAN: (Bersimpuh untuk menyembah) Sembah sujud hamba, Paduka Raja!
RAHWANA: (Tertawa kecil) Ayolah, tidak usah begitu. Bukankah kita sudah sama-sama tahu. Tidak usah memanggilku dengan sebutan "Paduka Raja". Yang ada di depanmu ini Rahwana, seorang manusia yang sedang bergulat mencari kesejatian. Jangan pandang mahkota yang kukenakan, duhai Kera Putih.
HANUMAN: Baiklah, Rahwana.
RAHWANA: Kau tahu semuanya kan, Hanuman?
HANUMAN: (Sedikit terkejut) Ya. Tapi bagaimana kau tahu kalau aku mengintip, padahal….
RAHWANA: Ha…ha…ha. Hanuman, aku tahu kau memiliki kesaktian yang luar biasa. Mata biasa tidak akan bisa menangkap kehadiranmu. Ketahuilah Hanuman, sebenarnya aku tidak hanya mengetahui kehadiranmu, tapi juga apa yang ada di pikiranmu.
HANUMAN: Maafkan aku Rahwana, jika aku meremehkan kemampuanmu. Aku tahu kau juga seorang raja yang sakti pilih tanding. Tapi mengapa kau biarkan saja aku, kalau engkau memang tahu?
RAHWANA: Aku ingin engkau menjadi saksi apa yang sebenarnya terjadi. Aku ingin engkau menjadi saksi cinta sejatiku kepada Shinta, meski orang akan mengira bahwa kecintaanku tak lebih karena nafsu belaka. Aku ingin kau tahu, bahwa akhirnya aku mau melepaskan segala ikatan dengan dunia ini. (RAHWANA menghela napas dalam-dalam) Dengar Hanuman, seandainya aku mau menggunakan seluruh kekuatanku, aku mampu menghancurkan Rama beserta seluruh bala tentaranya. Tapi tidak Hanuman, aku tak mau menjadi budak nafsu pribadiku.
HANUMAN: Aku mengerti, Rahwana.
RAHWANA: Hanuman!
HANUMAN: Iya, Rahwana.
RAHWANA: Aku minta jangan kau sebarkan apa yang sudah kita bicarakan ini. Mereka tidak akan mengerti. Dan lagi, itu akan merusak tatanan takdir yang harusnya aku terima dengan tulus.
HANUMAN: Aku mengerti.
RAHWANA: Berjanjilah, Hanuman.
HANUMAN: Aku berjanji.
RAHWANA: Sebaiknya kau segera pergi dari sini. Kumbakarna sudah menunggu kematiannya lewat tanganmu. Dia akan sangat bahagia bisa mati di tanganmu.
HANUMAN Terlihat mulai menitikkan air mata demikian pula dengan SHINTA.
RAHWANA: Jangan, Hanuman. Jangan bersedih atas takdir yang akan aku jalani. Kematian bukanlah akhir, ia merupakan awal kebahagiaanku bersama Sang Sejati. Pergilah cepat. Jangan sampai ada orang yang melihat dan mendengar percakapan kita ini.
HANUMAN: Baiklah, aku pergi. (Kepada SHINTA) Hamba pergi, Tuan Puteri. Percayalah, saya akan selalu berada di belakang Tuan Puteri.
SHINTA: (Dengan sesenggukan) Pergilah, Kera Kesatria. Jangan khawatirkan aku.
HANUMAN keluar.

ADEGAN 4
RAHWANA: (Kepada SHINTA) Kenapa menangis, Shinta? Bukankah kau yang mengingatkanku untuk bersabar?
SHINTA: Aku tidak bisa menahan kerapuhanku sebagai manusia, Kakanda.
RAHWANA: Kalau begitu, doakan saja aku supaya termasuk orang-orang yang sabar.
SHINTA: Tentu saja, Kanda Rahwana.
RAHWANA: Aku juga akan selalu mendoakanmu, karena yang akan kau alami sesudah ini bukannya lebih ringan dariku. Kesucianmu akan diragukan oleh Rama.
SHINTA: Aku sudah siap. Bahkan dibakar di atas api suci pun aku tak akan mengelak.
RAHWANA: Sekarang tinggalkan aku, Shinta. Beristirahatlah kau di kamar istana yang sudah aku siapkan.Aku ingin samadi. Tapi sebelum itu panggilkan Wibisana sebelum dia pergi menemui Rama. Ada pesan yang ingin kusampaikan.
SHINTA keluar.

ADEGAN 5
RAHWANA: Datanglah, duhai Sang Maut. Telah lama kunanti diriMu. Biarlah dunia ini menjadi milik mereka yang terpedaya. Biarlah kesejatian cintaku lebur ke haribaan Sang Maha Kasih.
Hening sesaat. RAHWANA mengambil sikap duduk bersila. WIBISANA masuk.
WIBISANA: Kakang memanggilku.
RAHWANA: Oh, Wibisana. Mendekatlah kemari.
WIBISANA mendekat.
WIBISANA: Apakah ini soal keberpihakanku kepada Rama, Kanda Prabu?
RAHWANA: (Tersenyum) Bukan. Aku sangat menghargai pilihanmu berperang di pihak Rama. Cuma, sebelum kamu berangkat aku ingin menitipkan pesan.
WIBISANA: Pesan? Kepada Rama?
RAHWANA: Ya. Katakan kepada Rama, aku akan memberikan Shinta dengan suka rela jika dia memintanya kepadaku dengan baik-baik.
WIBISANA: Aku tidak yakin Rama akan mempercayai isi pesan Kanda.
RAHWANA: Apapun jawabannya. Sampaikan saja, pesanku.
WIBISANA: Baik, Kanda. (PAUSE) Dengar Kanda, bagaimanapun aku tetap menyayangi Kanda Rahwana. Tapi banyak pandangan kita yang berbeda. Di samping itu, soalnya adalah bahwa Rama adalah guruku.
RAHWANA: Aku mengerti, Adhi. Sudahlah, jangan sentimentil begitu. Pergilah kau layaknya seorang kesatria. Jangan kecewakan Kakandamu sebagai kesatria.
WIBISANA: Baiklah Kanda Prabu, saya pergi.
WIBISANA pergi. RAHWANA memulai samadinya.
Lampu padam/Layar Turun
BABAK DUA
ADEGAN 1
Siang hari keesokan harinya. Rahwana masih tenggelam dalam samadinya. Sementara pertempuran sengit tengah berlangsung. Penggambaran pertempuran bisa lewat siluet di layar. Terserah kreatifitas sutradara. Sesudah penggambaran pertempuran, ada dua orang mentri kepercayaan menghadap Rahwana yang sedang samadi, dan membangunkan samadinya.
MENTRI 1: Maafkan hamba, jika mengganggu Samadi, Paduka.
RAHWANA: Silahkan, Paman.
MENTRI 2: Ada berita buruk yang hendak kami sampaikan, Gusti.
RAHWANA: (Menarik napas) Hm…ini tentang Kumbakarna, kan?
MENTRI 1: Betul, Gusti.
RAHWANA: Aku sudah tahu.
Kedua mentri berpandangan dengan perasaan heran.
RAHWANA: Aku tahu, Kumbakarna dipotong kepalanya oleh Hanuman. Lalu kepala itu ditanam di atas bukit. (Tersenyum) Bukan Paman. Ini bukan berita buruk. Ini Sudah lama dinantikan Kumbakarna. Bahkan sebelum berangkat ke medan laga, dia meminta kalungan bunga telasih yang menjadi simbol bahwa dia ingin melepaskan ikatan dari keduniawian.
MENTRI 1 & 2: Hamba mengerti, Gusti.
RAHWANA: Ketahuilah Paman-Pamanku yang setia. Kekalahan Alengka ini memang sudah suatu keniscayaan. Darah yang mengalir di sungai-sungai adalah batu peringatan bagi siapa saja yang terlalu mengagungkan kemakmuran dan kejayaan duniawi. Maka dari itu Paman, jangan sekali-kali mengikatkan diri pada dunia. Jangan sekali-kali terbujuk oleh kesementaraan. Kalian boleh memiliki perhiasaan dan kekayaan duniawi, tapi hendaklah ingat bahwa semua itu hanyalah mimpi. Ingat itu baik-baik.
MENTRI 1 & 2: Hamba, Gusti.
RAHWANA: Nah, sekarang pergilah kalian. Tidak usah mengkhawatirkan aku. Pergi dan selamatkan diri dan keluarga kalian.
MENTRI 1 & 2: Tapi Gusti…
RAHWANA: Sudahlah. Pergilah kalian. Aku tak butuh perlindungan. Saatku memang sudah tiba. Aku sudah melihat para bidadari menyiapkan permadani di Nirwanaloka. Pergilah, sebelum kalian dicincang oleh bala tentara Rama Wijaya.
MENTRI 1 & 2: Kami akan selalu mematuhi perintah, Paduka.

Tiba-tiba masuk seorang PRAJURITt dengan tergopoh-gopoh.
PRAJURIT: Sembah sujud hamba, Paduka.
RAHWANA: Ada apa, Prajurit?
PRAJURIT: Pasukan Rama Wijaya mulai menggempur pintu gerbang, Paduka. Sebentar lagi mereka akan memasuki halaman kerajaan.
RAHWANA: Berjuanglah terus kalian dengan gagah berani. Jangan sisakan satu prajurit pun di Istana. Aku tidak membutuhkan perlindungan kalian. Tunjukkan pada Rama dan dunia bahwa bangsa Alengka bukan bangsa yang kerdil dan mau saja tunduk di bawah kaki Rama Wijaya. Pergi dan sampaikan pesanku ini kepada seluruh prajurit.
PRAJURIT: Baik Gusti, hamba mohon diri.
PRAJURIT keluar.
RAHWANA: Nah, mentri-mentri yang setia. Pergilah kalian. Kejayaan Alengka sudah berakhir. Pergi dan ingat-ingat selalu apa yang telah aku pesankan kepada kalian.
MENTRI 1: Baik, Gusti. Kami mohon diri.
KEDUA MENTRI keluar.

ADEGAN 2
RAHWANA: Oh keindahan yang menipu, sebentar lagi aku akan segera meninggalkanmu. Meninggalkanmu untuk bertemu dengan keindahan sejati. Oh, istana yang dibangun oleh keringat berjuta manusia. Leburlah kau menjadi batu-batu. Jadilah kalian kenangan bahwa pernah ada sebuah bangsa yang berjaya, tapi harus menemui kehancurannya dikarenakan kesombongan dan ketamakan manusia. Oh Rama, datanglah Mautku. Aku siap menyambutmu.
Masuk SHINTA
SHINTA: Kanda Rahwana.
RAHWANA: Dinda Shinta, kenapa kau kemari? Bukankah sebaiknya kau beristirahat?
SHINTA: Aku tidak bisa memejamkan mataku. Aku tidak kuasa membayangkan kengerian ini. Aku tidak pernah membayangkan bahwa pada akhirnya kita harus berpisah. Bagaimanapun juga aku tetap manusia biasa, Kakang.
RAHWANA: Oh Dewi Kesucian! Aku juga bisa merasakan apa yang menjalar di aliran darahmu. Di dalam darahku juga mengalir kepedihan yang sama. Tapi dengarlah wahai lambang kesucian yang akan diabadikan manusia sepanjang masa! Pada hakikatnya kita tidak pernah berpisah. Bukankah kita berasal dari nafas yang sama? Bukanlah badan ini hanya perwujudan semu belaka? Bukankah kita ini hanyalah anak-anak sungai yang pada akhirnya mengalir di samudra yang sama? Jika semua orang mampu memahami ini, niscaya tidak akan ada kedukaan dalam batinnya. Tidak akan ada tetes airmata yang sanggup melunturkan keteguhannya.
SHINTA: Tapi…kenapa, kenapa kita harus menanggung semua fitnah ini? Mengapa harus kita harus menjadi sasaran panah-panah kecurigaan hati manusia?
RAHWANA: Dengarlah wahai Shinta Suci. Tidak ada duka atau bahagia. Semua itu hanyalah batu-batu ujian untuk menguji kesejatian cinta kita kepada Sang Mahasuci.
SHINTA: Syukurlah, kalau Kanda sudah memahami semuanya!
RAHWANA: Sang Penguasa Jagat telah menyampaikan pemahaman itu lewat dirimu, Adinda. Maka, hapuslah airmatamu dan hadapilah Sang Nasib bagaikan menyambut kicauan burung di pagi hari.
ADEGAN 3
HANUMAN datang dengan tergesa. RAHWANA dan SHINTA terkejut.
HANUMAN: Rahwana.
RAHWANA: Hanuman? Bukankah kau seharusnya ada di medan laga?
HANUMAN: Aku ingin memberi penghormatan terakhir padamu. Bala tentara Ayodya beserta pasukan kera sudah semakin dekat dengan istana.
RAHWANA: Terima kasih, Hanuman. Aku sudah siap menyambut mautku. (PAUSE) Dengar Hanuman, aku ingin mengungkapkan sebuah rahasia. Hanya kita bertiga yang boleh mengetahuinya.
HANUMAN: Apa itu Rahwana?
RAHWANA: Kau tahu, aku tidak mungkin dibunuh dengan senjata apapun. Maka dari itu, katakan pada bala tentara Ayodya msupun pasukan wanara dari Gua Kiskenda, aku hanya mau bertarung dengan Rama. Hanya dengan Rama. Suruh saja mundur Anila, Anggada bahkan Leksmana sekalipun.
Hening sesaat
RAHWANA: Aku akan melayani Rama untuk bertarung. Bila aku sudah melihat Sang Yamadipati, Sang Maut Penjemputku, maka aku akan melakukan tyaga. Aku akan matiraga. Akan kulepaskan sendiri nyawaku dan menyerahkannya pada Si Pencabut Nyawa. Maka sampaikanlah kepada Rama, agar dia melepaskan senjata pamungkas Bhramastra ketika aku mengambil sikap samadi yang tak lain sebenarnya adalah sikap tyaga. Inilah satu-satunya pilihan untuk menjaga kehormatannya di mata bangsa-bangsa seluruh jagat raya ini.
HANUMAN: Baik Rahwana, aku akan berusaha menyampaikannya dengan tanpa membuka rahasia ini.
RAHWANA: Nah Hanuman, jangan terlalu lama di sini. Pergilah wahai kesatria sakti mandraguna yang menjadi saksi segala jaman. Jangan lupa kau bawa serta Shinta sebagai lambang baktimu pada Rama dan Negeri Ayodya.
HANUMAN: Baiklah Rahwana, tampaknya kita memang harus berpisah. Meski aku tak pernah membayangkan kita akan berpisah dengan cara seperti ini. (Kepada SHINTA) Mari ikut hamba, Baginda Puteri.
SHINTA: Selamat tinggal Kanda Rahwana! Semoga kita akan berjumpa lagi.
RAHWANA: Kita pasti akan bertemu lagi. Pergilah kalian secepatnya, agar lakon ini akan berjalan sebagaimana mestinya. Selanjutnya, biar takdir yang menjalankan tugasnya.
RAHWANA dan SHINTA pergi.
ADEGAN 4
(Adegan pertempuran. Bisa hanya bunyi atau visual. Sementara RAHWANA mulai menyiapkan zirah perangnya. Pasukan Ayodya semakin mendekat.)
RAMA : (Off stage) Keluarlah Rahwana. Aku menantangmu bertempur!
RAHWANA: Aku tidak bersembunyi. Aku menunggumu di sini.
RAMA dan LEKSMANA masuk.
RAHWANA: Selamat datang Raja Ayodya.Selamat datang Leskmana Mari segera bertarung!
RAMA seperti hendak mengatakan sesuatu.
RAHWANA: Tidak usah mengatakan apa-apa Rama. Aku sudah tahu segala yang ingin kau katakan. Tidak perlu menceramahiku soal dharma ataupun Astha Bhrata. Aku sudah tahu semuanya.
LEKSMANA: Biar aku saja yang menghadapinya, Kakang!
RAMA: Aku saja Adhi. Ini urusan Kakang.
RAHWANA: Ha…ha…ha…Kalian boleh maju bersama-sama. Aku tidak gentar.Ha…ha…ha! Jadi kau bertempur hanya untuk seorang wanita, Rama. Kau korbankan ribuan orang hanya untuk itu. Tapi tak apa. Ayo kita mulai!
RAMA dan RAHWANA mulai bertarung. Mereka mengeluarkan berbagai kesaktiannya. Begitu melihat RAMA terdesak, LEKSMANA ikut membantu. Terjadi pertarungan sengit sampai akhirnya RAHWANA mengambil posisi samadi dan RAMA mengeluarkan senjata pamungkas. RAHWANA gugur. Semuanya berkumpul, HANUMAN, WIBISANA, SHINTA masuk.
RAMA: (Kepada dua orang Prajuritnya) Kuburlah dia sebagai penghormatan dan peringatan.
Dua orang PRAJURIT menutup tubuh RAHWANA dengan kain lalu membawanya keluar panggung. Tapi tak berapa lama mereka kembali.
RAMA: Kenapa kalian kembali?
PRAJURIT 1: Tubuh Rahwana hilang Gusti!
RAMA: Apa? (Semua orang terkejut) Kalau begitu… HANUMAN, cari batu besar dan tanamkan di sini!
HANUMAN: Baik Gusti Prabu.
HANUMAN segera pergi mencari batu besar dan meletakkannya di tengah panggung.
RAMA: Dengar semua! Kalau ada yang bertanya tentang mayat Rahwana! Katakan tubuhnya sudah hancur dan diperabukan di sini! Batu ini adalah tanda peringatannya!


TAMAT

*walau ini bukan tulisanku sendiri tapi kupersembahkan ceritaku ini untukmu yang nanti akan menjadi pendampingku*

Rabu, 27 November 2013

wolf

hanya karena aku tidak mau menundukkan kepalaku dibawah kaki siapapun aku dianggap sebagai pembangkang



ada 3 jenis serigala yang hidup di dunia ini, yang pertama adalah jenis serigala alpha dimana jenis serigala ini selalu menjadi pemimpin untuk kelompoknya. serigala jenis ini hanya ada satu disetiap kelompoknya karena serigala jenis ini adalah serigala yang paling pintar dan kuat dalam kelompoknya. jenis serigala yang kedua adalah serigala jenis beta dimana jenis serigala ini adalah serigala yang berada dibawah pimpinan serigala alpha. saat serigala beta sudah memiliki kekuatan dan kecerdasan diatas pemimpin kelompoknya dia bisa berubah menjadi serigala alpha tapi itu berarti serigala tipe beta  harus mengalahkan serigala tipe alpha terlebih dahulu. jenis yang ketiga adalah serigala omega dimana tipe serigala ini adalah tipe serigala penyendiri dan tidak pernah berkelompok. kekuatan dan kecerdasan serigala omega berada diatas serigala beta tapi masih dibawah serigala alpha.

jika dibandingkan dengan ke tiga serigala itu aku lebih cenderung kepada tipe serigala omega. dimana aku tidak senang dipimpin orang lain tapi disisi lain aku juga tidak begitu senang memimpin orang lain. sudah banyak aku temui para calon pemimpin yang mempunyai sifat serigala alpha tapi sedikutpun aku tidak tertarik untuk mengikuti mereka ataupun ingin seperti mereka.

karena gak bisa melihat tujuan itu berarti aku bisa menuju kemanapun karena aku tidak memiliki bentuk berarti aku bisa menjadi apapun dan siapapun. kebebasan tanpa batas itulah jalanku peraturan dan hukum di dunia  tak akan membuatku tunduk tak akan menghilangkan kebebasanku.


untukmu yang ingin mengikatku sudahkah kau melihat seberapa besar wadahmu? sanggupkah kau menampung semua kebebasanku dalam luasnya hatimu? ataukah kau hanya berkeinginan untuk membuatku tunduk tanpa pernah tau batasanmu yang sebenarnya? 

Kamis, 21 November 2013

nameless monster and princess purple

di sebuah hutan yang berkabut hiduplah seekor monster tanpa nama. monster tersebut dapat merubah dirinya menjadi wujud apapun yang dia inginkan. dengan kemampuannya itu sang monster tanpa nama selalu menipu setiap orang yang melewati hutan berkabut tempat dia tinggal. suatu ketika lewatlah rombongan kerajaan dengan seorang putri yang cantik berada di dalam rombongan itu. monster tanpa nama merasa terpikat dengan kecantikan sang putri lalu monster tersebut merubah dirinya menjadi pangeran yang sangat tampan dan mendekati rombongan dari sang putri. "wahai sang putri yang cantik jelita bolehkah aku pangeran yang buruk rupa ini tau siapa namamu?" tanya sang monster tanpa nama "kau pangeran yang bijaksana bukannya tidak sopan jika bertanya tentang nama seseorang tapi kau sendiri tidak memperkenalkan siapa dirimu gerangan" jawab sang putri. "namaku pangeran Johan, aku berasal dari negeri seberang" jawab sang monster tanpa nama. "namaku putri ungu, aku dan rombonganku ingin berkunjung di negeri yang terletak di belakang hutan berkabut ini" balas sang putri. "aku sarankan sang putri dan rombongannya mengambil jalan memutar" "kenapa aku dan rombonganku harus mengambil jalan memutar?" "apakah putri tidak tau bahwa di hutan berkabut ini tinggal seekor monster yang sangat kejam, monster tersebut selalu membuat siapa saja yang melintasi hutannya tersesat lalu memakannya" "kalau memang ternyata aku dan rombonganku harus bertemu dengan monster yang pangeran ceritakan tadi biarlah kami bertemu". sang putri dan rombongannya mengabaikan tipuan sang monster tanpa nama dan melanjutkan perjalannya. sang monster tanpa nama merasa geram karena tidak biasanya dia gagal dalam membohongi mangsanya. sang monsterpun tidak menyerah dia merubah lagi dirinya menjadi seorang kakek tua yang tidak berdaya lalu mendekati rombongan sang putri. "tolong aku putri aku sudah tiga hari tersesat di hutan ini dan selama tiga hari juga aku belum makan ataupun minum" kata sang monster tanpa nama dengan suara yang lirih "maaf ya kek makanan dan minuman yang kami punya hanya tinggal segini" sang putri memberikan bekal terakhirnya kepada monster tanpa nama "terimakasih putri inipun sudah lebih dari cukup, lebih baik sang putri jangan meneruskan perjalanan dan mengambil jalan memutar"  "memangnya kenapa kek kami harus mengambil jalan memutar?" "kakek tersesat di hutan ini selama 3 hari karena perbuatan seekor monster, monster tersebut tidak suka kalau ada orang lain yang melewati daerah kekuasaannya" "tidak apa apa kek jika memang monster yang kakek bilang memang suka membuat orang lain tersesat pasti sekarang rombongan kami sudah tersesat dibuatnya" lalu sang putri dan rombongannya melanjutkan perjalannya kembali. kemarahan sang monster tanpa nama semakin bertambah. 2 kali tipuannya tidak berhasil membuat sang putri dan rombongannya tersesat tapi sang monster tanpa nama masih belum menyerah dia merubah dirinya menjadi anak kecil dan mendekati rombongan sang putri untuk terakhir kalinya. "hei anak muda kenapa kamu sendirian di hutan?" "aku sedang mencari kakekku dia sudah 3 hari tidak pulang kerumah, apakah tuan putri tau dimana kakekku berada?" "aku tadi bertemu dengan seorang kakek yang sudah 3 hari tersesat di hutan ini, mungkin itu adalah kakekmu" "maukah tuan putri mengantarkan aku kepadanya?" pinta sang monster tanpa nama dengan wajah polosnya. sang putri terdiam sebentar lalu tersenyum "baiklah aku akan mengantarkanmu kepada kakekmu" lalu sang putri memerintahkan rombongannya untuk melanjutkan perjalanan dan dia semdirian berpisah dengan rombongannya untuk mengantarkan sang monster tanpa nama. setelah tau bahwa sang putri sudah berpisah cukup jauh dengan rombongannya sang monster tertawa kencang dan kembali ke wujud aslinya "akhirnya aku bisa menipumu juga" sang putri hanya terdiam dan tersenyum "kenapa kau hanya diam dan tersenyum apakah kau tidak terkejut atau takut?" sang monster tantpa nama bingung dengan reaksi sang putri "sejak awal aku sudah tau kalau pangeran tampan, kakek tua dan anak laki laki yang aku temui adalah dirimu" "kalau kau sudah tau itu aku kenapa kau masih saja mempercayaiku dan mengikutiku. apa kau tidak takut kalau aku akan membunuhmu?" " nyawaku tidaklah lebih berharga jika dibandingkan apa yang rombonganku bawa, aku tau kau pasti tidak akan menyerah sampai aku berhasil kau sesatkan maka dari itu aku berfikir lebih baik jika aku saja yang kau tahan di hutan ini " "memang barang apa yang kau dan rombonganmu bawa hingga kau rela mengorbankan nyawamu?" "obat - obatan, jika hingga tengah hari obat - obatan yang aku bawa belum sampai ke desa akan banyak korban yang berjatuhan karena wabah penyakit yang menyerang desa". sang monster tanpa nama yang tau kebaikan hati sang putri yang rela mengorbankan nyawanya demi menyelamatkan penduduk desa mengurungkan niatnya untuk menahan sang putri. dia membiarkan sang putri keluar dari hutan dan bergabung kembali dengan rombongannya. sejak saat itu sang monster tanpa nama tidak pernah lagi menipu dan membuat orang yang melewati hutan tempat dia tinggal tersesat.


-Fin-